RSS

Raguku Abaimu

Kelu, ak tak dapat berlaku menebak sikapmu yang selalu abu-abu

Ada kata andai dalam benakku yang tak terjamah olehmu
Ada kata mungkin terlintas atas segala gerak-gerikmu

Sekuat itu hatiku menginginkanmu, selemah itu pikirku untuk menyerah karena abai mu.
Aku pernah ingin menggenggam mu, tapi kau acuh dengan semena mu.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Puisi


Sinar Biru

Sinar biru..
Langkah demi langkah kau pacu dengan tegas
Ruang demi ruang kau tuju dengan ikhlas
Tiada sedikitpun ragu terpancar di matamu
Tiada sedikitpun pudar senyum di wajahmu

Sinar biru..
Kau bawa seribu harapan dengan penuh tanggung jawab
Kau sambut tangisan satu jiwa,  tuk berikan bahagia seribu jiwa

Ini..
 ini sinar birumu..
Tiada kata lelah, tiada kata patah arah
 Meski gelap menghambat, Meski ruang terasa sesak

Sinar biru..
Mengemban amanah suci tulus dari hati
Bagai malaikat putih brsinar biru

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Karena Kamu Pantas Bahagia


Karena Kamu PANTAS BAHAGIA
Matahari yang bersinar cerah dengan langit biru membentang indah aku melangkah memulai hari ini dengan semangat dan optimis bahwa beasiswa S2 ku pasti diterima. Aku Alana mahasiswa Sastra yang telah menyelesaikan kuliah Sarjana beberapa bulan yang lalu. Aku mengajukan beasiswa Pasca Sarjana yang awalnya tidak pernah masuk daftar keinginan ku karena aku ingin pulang ke kota kelahiranku, ke rumah yang selalu menunggu kepulangan ku, keluarga. Aku ingin berkerja dan mengabdi sebagai tenaga pendidik di kampung halamanku. Tapi semua rencana berubah saat itu menyangkut urusan hati.
Airmata yang tak bisa ku tahan lagi mengalir tanpa ku sadari mendengar berita itu. Ibu dan kakak ku cemas dan menyetujui keinginanku. Pada hari itu semua bermula.
“Nay, kamu ada dengar kabar tentang Lisa dan Arman?” aku bertanya kepada salah satu sahabat terbaikku yang selalu ada buat aku Kinaya.
“Kabar apa dulu ni Al?”
“Kabar kalau mereka lagi dekat, kan kamu juga temen dekatnya Lisa”
“Nggak ada Al, Lisa nggak ada cerita soal Arman, memang nya Lisa kenal dengan Arman ya?” Kinaya menjawab pertanyaan ku dengan ragu, aku tahu dia memnyembunyikan sesuatu. Tapi saat inilah dia menunjukkan kalau dia sedang tidak ingin mengadu domba teman-temannya. Aku merasa terluka dengan sikapnya tapi dia melakukan hal yang benar.
“Iya kenal Nay, kan mereka pernah satu TK dulu, kata nya sih abis reuni gitu mereka dekat. Aku dengar dari temannya Arman”
“Haaa serius kamu Al, lah bukannya Kamu udah lama suka sama Arman ya Al? Loh Arman sama kamu bukannya selalu sama-sama ya Al, kok bisa sih Al?”
“Aku juga bingung Nay, Arman selalu baik sama aku, dia baik juga sama keluarga aku. Sikapnya yang penyayang dari kita SMP dulu sampai sekarang nggak pernah berubah. Tapi belakangan ini dia sedikit menjauh Nay”. Kinaya adalah sahabat yang selalu mendengar kisah-kisah ku, dari jaman SMP ku sampai kuliah ku tak pernah ku lewatkan sedikitpun kisahku untuk berbagi dengannya. Termasuk tentang Arman laki-laki yang telah menjadi sahabatku dari SMP sampai sekarang, mungkin. Arman juga adalah cinta pertama ku meski dia tidak pernah tahu itu. Entah sejak kapan semua bermula dari wisata sekolah saat dia bersandar dibahuku, atau saat ulang tahun ke 15 tahun saat dia membawakan boneka beruang besar untukku, atau saat dia tak peduli hujan deras datang menjemput ku untuk mengantar ku pulang ke rumah. Bagaimana rasa sayang dan kagum itu tak berubah jadi cinta kalau perlakuannya benar-benar diluar kendali ku. Aku jatuh cinta tapi aku tahu itu tidak dibenarkan. Maka aku menyimpannya, sejak aku menyadari perasaan ku, aku menyimpannya karena Arman sudah punya pacar.
Saat kuliah aku dengan sabar mengendalikan semuanya, hingga kabar putusnya dia membuatku jadi wanita jahat karena aku sangat bahagia. Dan lagi dia datang ke kos ku menjadikan aku pelariannya tapi aku tak peduli. Aku tetap dengan ketulusan ku menghiburnya “Bagaimana bukan cinta ini namanya oh tuhan” ucapku dalam hati. Selang satu tahun putusnya Arman dengan pacarnya, aku dan dia pun menyelesaikan kuliah dengan gelar yang berbeda tentunya. Aku pikir Arman menyadari perasaan ku, meski dengan kode dan sinyal yang sangat jelas ternyata Arman tidak pernah tahu dan sadar bahwa ada aku di sampingnya. Dia kini mendekati teman ku Lisa, teman yang sangat baik hingga aku tidak sanggup mengatakan kepada Lisa bahwa laki-laki itu adalah orang yang selama ini ku ceritakan, orang yang selama ini jadi penyemangat ku, bagaimana bisa aku mengatakan padanya bahwa dia laki-laki yang ku cintai dengan sepenuh hati meskipun dia tidak pernah tahu.
“Nay aku harus gimana, rasanya sakit banget dan aku nggak bisa dan nggak rela kalau teman baik aku yang jadi pendampingnya Arman, please Nay kasi aku saran” Isak ku pada Kinaya. Kami pun menangis bersama, karena begitulah Kinaya yang cengeng itu mungkin teringat kisah cinta segitiga juga dengan teman baik yang sama yaitu Lisa. Entah mengapa harus Lisa lagi yang jadi segitiga ini, tapi untuk kisah ini aku merasa ada di posisi Lisa saat Kinaya dan Mahesa bersama. Aku tahu rasanya tapi tetap saja aku tidak ingin orang yang aku jadikan teman baikku duduk bersanding dengan orang yang aku cintai. Aku mengenal Lisa sejak SMA namun kami menjadi dekat setelah Kinaya dan Lisa bersahabat, karena begitulah Kinaya selalu ingin merangkul semua sahabatnya. Kinaya pernah menyukai orang yang sama dengan Lisa meski pada akhirnya laki-laki itu memilih Kinaya. Tapi untuk kisah mereka, baik Kinaya, Lisa, dan Mahesa saling jujur atas perasaan mereka maka berakhir dengan tidak menyakiti Lisa yang pada akhirnya menjalin hubungan dengan Rama.
Aku tidak pernah terfikir kalau segitiga mereka dulu dapat aku rasakan dan dengan orang yang sama Lisa. Hatiku merasa sangat terluka karena aku tidak ingin menyakiti Lisa ataupun Arman, atau sejak awal hanya aku memang yang tersakiti diantara perasaan yang hanya aku yang mengetahuinya. Rasanya aku ingin pergi jauh dari peradaban dunia agar tidak dapat melihat mereka bersama. Tapi aku menyayangi keluarga ku, aku ingin selalu berkumpul bersama keluargaku dan Kinaya.
“Bagaimana ya Al, aku juga bingung. Seperti yang kamu tahu tentang ceritaku dulu. Aku mengatakan kepada Lisa kalau aku juga jatuh hati pada Mahesa, dan aku mengajak Lisa untuk sama-sama berjaung mendapatkan hati Mahesa dengan cara masing-masing dan biarkan Mahesa yang memilih, karena Alana meski kita tahu perasaan kita dan perasaan orang yang kita sayangi itu kita tidak akan bisa melakukan apa-apa selain menunggu dia untuk menyatakan dan memilih kita. Karena wanita hanya dapat memberi sinyal, tapi laki-laki lah yang pada akhirnya memegang kendali memilih dan menyatakan. Meski kita wanita berhak memilih untuk tidak jatuh hati padanya, atau memilih untuk menyimpan saja perasaan kita tapi tetap saja cinta akan menemukan jalannya sendiri Alana”.
Perkataan Kinaya masih terngiang di pikiranku, memutar dan terus memutar. Yah benar kata Kinaya, bahwa kita berhak memilih untuk tetap diam atau memberi sinyal, atau untuk menutup semua dengan rapat seolah rasa itu tidak pernah ada. Aku hanya kecewa dengan Lisa ataupu Arman, salah satu di antara mereka tak ada satupun yang mengatakan kepadaku tentang hubungan mereka. Benar-benar mengecewakan orang yang aku anggap sahabat sekejap menghilang tanpa asap.
Aku mulai menyadari perasaanku baiknya memang aku simpan dan kubur saja sedalam mungkin, aku mulai menjauh dari Arman. Aku menghindari setiap pertemuan yang harus mengahadirkan aku dan dia karena aku takut hatiku akan goyah. Biarlah semua sampai disini saja. Akupun memulai kesibukkan ku untuk mengejar beasiswa hingga akhirnya aku mendapatkan beasiswa ke luar negeri. Wah awalanya berat untukku meninggalkan kota ku, keluarga dan sahabat ku tapi mereka rela melepasku demi memulihkan hatiku dan mencapai mimpiku.
“Ya ampun, yang benar aja Al, kamu mau pergi ke luar negeri?” teriak Kinaya kaget mendengar ceritaku.
“Yupz, aku juga nggak mengira bakal lolos Nay tapi mungkin ini takdir untuk membantuku menutup mata, telinga dari kisah mereka” ucapku dengan senyum yang entah bagaiamanapun harus ada.
“Alana, kamu nggak mau ketemu sama Arman dulu, udah lama lo dia nanyai kabar kamu ke Yuna, ke Aku, dia bilang dia khawatir sama kamu”
“Buat apa sih Nay, khawatir? Arman ngelucu yah. Sejak kapan dia peduli Nay, dulu mungkin iya tapi dari dulu juga dia selalu punya pacar dan aku selalu jadi pendengar dan penghibur aja dengan kedok sahabat. Aku nggak sanggup Nay bertatap muka lagi dengan dia” ucapku dengan senyum yang tiba-tiba berubah jadi airmata. Seketika Kinaya memelukku. Pelukkan yang akan aku rindukan nanti disaat terpurukku.
“Alana sayang, iya pergi aja. Pergi yang jauh dan buang semuanya tentang dia. Tapi ingat aku, Yuna, dan Lisa tetap teman baik kamu. Kamu tahu kan Lisa juga sayang sama kamu. Tidak ada yang salah Al, baik kamu, Lisa, maupun Arman. Mungkin keadaan dan waktu yang menempatkan semuanya jadi rumit. Percaya sama takdir yang baik, kamu pasti mendapat yang terbaik” hibur Kinaya yang membuat kami berdua terisak bersama.
“Iya Kinaya Alifah, aku sayang banget sama kamu. Ingat ya jangan nikah dulu sebelum aku pulang. Bilang Mahesa tunda dulu lamarannya. Hahaha” Kami pun tertawa sembari saling mengusap airmata.
Aku sangat menyayangi sahabatku, dan aku yakin mereka pun begitu. Ayah dan ibu pun melepas kepergiannku ke negara rantau dengan penuh haru karena anak perempuan satu-satunya pergi. Hingga saatnya tiba di pintu pesawat, jantungku berpacu seperti berlari 10 putaran. Aku duduk tepat dekat jendela pesawat. Yang kulihat hanya bentangan awan putih hingga akhirnya tba-tiba airmataku menetes kembali mengingat nasehat sahabat tersayangku yang seperti nyata tepat duduk di depan ku memelukku.
Kinaya benar, tidak ada yang patut aku salahkan dalam kisah ini. Baik aku maupun mereka berdua, kita hanya terjebak dalam kisah yang disebut cinta dan dalam cinta tidak ada yang mulus pasti harus ada pengorbanan di dalamnya. Kita yang harus memilih apakah pengorbanan yang akan kita lakukan itu akan membawa banyak kebahagiaan untuk kita, atau luka yang akan kita sesali. Aku tidak menyesali langkahku untuk pergi dari kisah itu sama sekali karena inilah pengorbanan ku untuk waktu bersama keluarga dan sahabatku sementara ini aku tunda dulu demi masa depanku dan juga mimpiku. Keputusanku untuk pergi ini juga tepat, demi menyembuhkan luka hatiku, dan menjauhi Arman agar dia dan Lisa bahagia, karena mereka berdua juga sahabatku. Tidak ada yang salah dalam urusan perasaan karena kita dapat memilih untuk bertahan dengan luka atau pergi membuat kenyataan bahwa kita pantas untuk bahagia.
Aku menutup kisah ku tentang dia tuhan, aku menguburnya jauh didalam kotak hati yang kuncinya telah aku buang jauh dengan awan-awan di negara ku. Sekarang ini aku tepat tiba di Bandara Internasional di negeri dimana aku akan memupuk cerita baru selama beberapa tahun ke depan. Entah akan menghilang atau tidak luka ku nanti, yang pasti aku telah merelakannya pergi. Bukan karena aku menyerah, tapi karena kisah yang tak berarah tidak akan pernah menemukan ruang untuk hati yang patah. Aku yang memulai perasaan ku pada Arman, maka aku juga yang akan mengakhirinya dengan ikhlas kalau cinta pertamaku cukuplah jadi dongeng saja.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

cerita jam tangan dan aku

Ceritaku dan Jam tangan kesayanganaku

   Aku adalah mahasiswa biasa pada saat itu, tapi kampus ku mewajibkan untuk kami selalu menggunakan jam tangan karena profesi kami adalah petugas kesehatan yang berpacu dengan waktu. Sebagai mahasiswa biasa dan dengan uang sedanya aku membeli jam tangan di pasar malam, jam tangan pertama yang aku beli dengan uang saku ku seharga Rp. 35000,00 karena uang ku hanya cukup untuk itu, tapi kalian tau jam tangan ini sangat berharga buatku. Salah satu alasan ku sangat ingin mempunyai jam tangan ini karena dosen ku mengatakan bunyi detak jantung bayi di dalam perut itu adalah seperti bunyi jam tangan kita yang kita selipkan di bawah bantal lalu kita denganr pelan-pelan “tik..tik..tik..tik” aku membayangkan inilah bunyi denyut jantung bayi itu dan itu membuat ku bahagia jam tangan yang biasa saja sudah menjadi sangat luar biasa untukku. Begitulah berlalu masa kuliah ku di kota itu bersama jam tangan ku, aku membelinya tahun 2012 dan aku menyimpannya sampai kini meski sudah tidak dapat hidup lagi. 
   Lalu aku membeli sebuah jam tangan baru pada tahun 2014 dengan uang saku yang ku dapat saat hari raya. Tidak banyak tapi cukup membuatku mendapat jam tangan “Elizabeth” bagiku itu lumayan mahal. Dengan jam itu aku memulai kisahku, oya aku menggunakan jam tangan di tangan sebelah kanan, aku juga tidak tahu mengapa tapi itu membuatku nyaman dan percaya diri. Karena jam tangan yang selalu ku gunakan sebelah kanan, saat praktek klinik di rumah sakit, jam ku mudah terbentur, hingga lingkaran waktu nya goyang tapi jam ini masih bertahan sampai membawaku ke luar kota untuk merantau lagi dan aku berharap suatu hari ke luar negeri dengannya karena sampai hari ini dia masih setia menemaniku. Aku menyukai jam tangan, sangat menyukainya karena itu mengingatkan ku pada waktu yang tidak boleh aku anggap mudah.waktu itu cepat dan terus berputar, tapi kita tidak hanya harus hanyut dan mengikuti alur waktu, kita mesti mengendalikan diri kita dan berjaya atas diri kita sendiri  dari waktu ke waktu tanpa melewatkan setiap detik dan menitnya dengan menghargai apa yang telah ada. 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Kisah

Chapter II
Semua Bermula Perlahan
(2010)
    Langkah semangat 45 menjadi pedomanku hari ini, tepatnya hari baru dikelas baru dan kemungkinan dengan orang-orang yang baru. Entah mengapa lampu merah di simpang empat ini terasa lama atau karena aku yang tak sabar ingin tahu  siapa saja yang menjadi teman sekelasku.
“Di..!!” teriakku ceria seperti biasa.
“Yuuu, Nay ngagetin aja” Balas Diandra dengan tingkah yang selalu ku rindu.
“Di, kamu gak bakal sekelas sama aku donk, kamu udah tau belum masuk IPS berapa?”. Yup Diandra memilih jurusan IPS, dan itu sama seperti si Otak Udang itu, dan mereka sekelas. Tepat hari ini langsung pembagian jadwal kelas dan sekaligus MOS adik kelas yang baru. Aku resmi jadi kakak kelas dengan jurusan IPA 1. IPA tampak berat, aku sekelas dengan Dafa! Tak lama setelah aku tercengang dengan susunan kelas yang membingungkan karena tak ada satupun anggota geng aku yang sekelas denganku. Sedih tapi merasa penasaran berasa ada yang tak enak dibelakang. 
“Wih, seneng donk Nay sekelas sama pacar” suara tidak asing, si Riko resek.
“Seneng? Yaiyalah. Iyakan Daf, kamu pasti seneng sekelas sama aku” dengan gaya sok imut ala aku, Dafa Cuma tersenyum. Benar-benar membuatku nyaman. Aku sekelas dengan Dafa dan Samy anggota F4 lainnya. Hari pertama cukup berlalu baik. Keesokkan harinya kelas mulai agak sibuk dengan pemilihan teman sebangku dan organisasi kelas.
      Aku memutuskan untuk duduk dengan Rosa, yang sekelas denganku juga waktu kelas X dan merupakan siswa pintar dari kelasku. Kelas IPA ku bermula biasa saja dengan aku lagi dan lagi sebagai bendahara kelas. Seminggu berlalu semua terasa berat karena kegilaan dan keseruan yang kudapat dikelas X dulu tak kutemukan disini. Tak ada Cinta, Chika, dan Gaby, atau Diandra terlebih lagi tak ada dia penyemangatku yang ku semat diam-diam.
Seminggu berubah jadi sebulan, sedikit seru karena aku semakin dekat dengan Rosa. Kami memulai pertemanan dengan tema “Cewek” yah siapa yang kamu sukai, siapa yang bikin kamu kesel dikelas, bla..bla..bla. Ternyata Rosa menyukai Dafa diam-diam sejak kelas X. Aku tak menyadari awalnya dari cara dia menatap Dafa, memberi perhatian dan hadiah untuk Dafa “it’s so sweet”. Tidak seperti aku yang menyukai Gilang tapi jarang akur. Gilang sering melewati kelasku bila masuk jadwal pelajaran Seni. Kadang aku menyapanya, tapi dia? Tidak ada sedikitpun menggubrisku. Jahat! Itu bagian terpahit dari menyukai seseorang yang kita tidak tahu bagaimana perasaannya pada kita.
     Ramadhan tiba, entah karena kesibukkan dikelas dan tugas yang banyak aku mulai menepikan hatiku. Meski kadang masih tertulis puisi-puisi lusuh hati untuk dia yang tak mau tahu. Hari ini kami alumni kelas XC berencana mengadakan reuni untuk Buka Bersama di Panti Asuhan. Semua riweh dan sibuk menyiapkan hingga keakraban kami yang lama hilang kembali lagi. Adzan terdengar kami pun berbuka dengan nikmat dan rasa kekeluargaan yang erat. Hari itu aku mengenakan jilbab yang sebelumnya tidak pernah ku kenakan. Seperti hari-hari yang lalu Gilang, Riko, Dafa, dan Samy beserta teman lain mengejek aku dan teman-temanku yang lain. Kami bersenda gurau. Ada yang aneh dengan Dafa. Sejak hari itu, hari terbodoh dan terburuk yang aku lakukan.
“Memangnya Siapa yang suka sama aku?” tanya Dafa singkat dan jelas.
“Aku, aku yang suka sama kamu!” What?? Hey Nay kamu gila? Dia laki-laki yang disukai teman baikmu. Ah rasa ingin aku lempar Handphone tuaku itu, tapi sayang.
“Wah berani juga kamu Nay” cengir Dafa dari seberang sana. Ampun DJ aku malu tapi demi menutupi agar Rosa tidak kikuk didepan Dafa it’s Okay. Toh aku kan memang sering ngejek Dafa jadi semua akan baik-baik saja.
      Semenjak hari itu aku dan Dafa berlaku berbeda dari biasa, semakin akrab dan aku merasa semakin nyaman. Aku menjadi manja dengannya dan mulai teralihkan dari Otak Udang yang tak pernah ku tahu apa isi hatinya. Bukan menyerah hanya saja bermula dari ini, perlahan namanya memudar dari harianku dan puisi-puisiku. Semua berlalu begitu saja tanpa ku pinta, memudar tak disadari. Rasa yang pernah sangat teramat aku hargai memudar tak berarti karena dia tak pernah mengerti atau memang tak mau peduli. Begitulah diri, isyarat saja tak cukup karena aku wanita butuh yang pasti apalagi untuk urusan hati.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS