RSS

cerita jam tangan dan aku

Ceritaku dan Jam tangan kesayanganaku

   Aku adalah mahasiswa biasa pada saat itu, tapi kampus ku mewajibkan untuk kami selalu menggunakan jam tangan karena profesi kami adalah petugas kesehatan yang berpacu dengan waktu. Sebagai mahasiswa biasa dan dengan uang sedanya aku membeli jam tangan di pasar malam, jam tangan pertama yang aku beli dengan uang saku ku seharga Rp. 35000,00 karena uang ku hanya cukup untuk itu, tapi kalian tau jam tangan ini sangat berharga buatku. Salah satu alasan ku sangat ingin mempunyai jam tangan ini karena dosen ku mengatakan bunyi detak jantung bayi di dalam perut itu adalah seperti bunyi jam tangan kita yang kita selipkan di bawah bantal lalu kita denganr pelan-pelan “tik..tik..tik..tik” aku membayangkan inilah bunyi denyut jantung bayi itu dan itu membuat ku bahagia jam tangan yang biasa saja sudah menjadi sangat luar biasa untukku. Begitulah berlalu masa kuliah ku di kota itu bersama jam tangan ku, aku membelinya tahun 2012 dan aku menyimpannya sampai kini meski sudah tidak dapat hidup lagi. 
   Lalu aku membeli sebuah jam tangan baru pada tahun 2014 dengan uang saku yang ku dapat saat hari raya. Tidak banyak tapi cukup membuatku mendapat jam tangan “Elizabeth” bagiku itu lumayan mahal. Dengan jam itu aku memulai kisahku, oya aku menggunakan jam tangan di tangan sebelah kanan, aku juga tidak tahu mengapa tapi itu membuatku nyaman dan percaya diri. Karena jam tangan yang selalu ku gunakan sebelah kanan, saat praktek klinik di rumah sakit, jam ku mudah terbentur, hingga lingkaran waktu nya goyang tapi jam ini masih bertahan sampai membawaku ke luar kota untuk merantau lagi dan aku berharap suatu hari ke luar negeri dengannya karena sampai hari ini dia masih setia menemaniku. Aku menyukai jam tangan, sangat menyukainya karena itu mengingatkan ku pada waktu yang tidak boleh aku anggap mudah.waktu itu cepat dan terus berputar, tapi kita tidak hanya harus hanyut dan mengikuti alur waktu, kita mesti mengendalikan diri kita dan berjaya atas diri kita sendiri  dari waktu ke waktu tanpa melewatkan setiap detik dan menitnya dengan menghargai apa yang telah ada. 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Kisah

Chapter II
Semua Bermula Perlahan
(2010)
    Langkah semangat 45 menjadi pedomanku hari ini, tepatnya hari baru dikelas baru dan kemungkinan dengan orang-orang yang baru. Entah mengapa lampu merah di simpang empat ini terasa lama atau karena aku yang tak sabar ingin tahu  siapa saja yang menjadi teman sekelasku.
“Di..!!” teriakku ceria seperti biasa.
“Yuuu, Nay ngagetin aja” Balas Diandra dengan tingkah yang selalu ku rindu.
“Di, kamu gak bakal sekelas sama aku donk, kamu udah tau belum masuk IPS berapa?”. Yup Diandra memilih jurusan IPS, dan itu sama seperti si Otak Udang itu, dan mereka sekelas. Tepat hari ini langsung pembagian jadwal kelas dan sekaligus MOS adik kelas yang baru. Aku resmi jadi kakak kelas dengan jurusan IPA 1. IPA tampak berat, aku sekelas dengan Dafa! Tak lama setelah aku tercengang dengan susunan kelas yang membingungkan karena tak ada satupun anggota geng aku yang sekelas denganku. Sedih tapi merasa penasaran berasa ada yang tak enak dibelakang. 
“Wih, seneng donk Nay sekelas sama pacar” suara tidak asing, si Riko resek.
“Seneng? Yaiyalah. Iyakan Daf, kamu pasti seneng sekelas sama aku” dengan gaya sok imut ala aku, Dafa Cuma tersenyum. Benar-benar membuatku nyaman. Aku sekelas dengan Dafa dan Samy anggota F4 lainnya. Hari pertama cukup berlalu baik. Keesokkan harinya kelas mulai agak sibuk dengan pemilihan teman sebangku dan organisasi kelas.
      Aku memutuskan untuk duduk dengan Rosa, yang sekelas denganku juga waktu kelas X dan merupakan siswa pintar dari kelasku. Kelas IPA ku bermula biasa saja dengan aku lagi dan lagi sebagai bendahara kelas. Seminggu berlalu semua terasa berat karena kegilaan dan keseruan yang kudapat dikelas X dulu tak kutemukan disini. Tak ada Cinta, Chika, dan Gaby, atau Diandra terlebih lagi tak ada dia penyemangatku yang ku semat diam-diam.
Seminggu berubah jadi sebulan, sedikit seru karena aku semakin dekat dengan Rosa. Kami memulai pertemanan dengan tema “Cewek” yah siapa yang kamu sukai, siapa yang bikin kamu kesel dikelas, bla..bla..bla. Ternyata Rosa menyukai Dafa diam-diam sejak kelas X. Aku tak menyadari awalnya dari cara dia menatap Dafa, memberi perhatian dan hadiah untuk Dafa “it’s so sweet”. Tidak seperti aku yang menyukai Gilang tapi jarang akur. Gilang sering melewati kelasku bila masuk jadwal pelajaran Seni. Kadang aku menyapanya, tapi dia? Tidak ada sedikitpun menggubrisku. Jahat! Itu bagian terpahit dari menyukai seseorang yang kita tidak tahu bagaimana perasaannya pada kita.
     Ramadhan tiba, entah karena kesibukkan dikelas dan tugas yang banyak aku mulai menepikan hatiku. Meski kadang masih tertulis puisi-puisi lusuh hati untuk dia yang tak mau tahu. Hari ini kami alumni kelas XC berencana mengadakan reuni untuk Buka Bersama di Panti Asuhan. Semua riweh dan sibuk menyiapkan hingga keakraban kami yang lama hilang kembali lagi. Adzan terdengar kami pun berbuka dengan nikmat dan rasa kekeluargaan yang erat. Hari itu aku mengenakan jilbab yang sebelumnya tidak pernah ku kenakan. Seperti hari-hari yang lalu Gilang, Riko, Dafa, dan Samy beserta teman lain mengejek aku dan teman-temanku yang lain. Kami bersenda gurau. Ada yang aneh dengan Dafa. Sejak hari itu, hari terbodoh dan terburuk yang aku lakukan.
“Memangnya Siapa yang suka sama aku?” tanya Dafa singkat dan jelas.
“Aku, aku yang suka sama kamu!” What?? Hey Nay kamu gila? Dia laki-laki yang disukai teman baikmu. Ah rasa ingin aku lempar Handphone tuaku itu, tapi sayang.
“Wah berani juga kamu Nay” cengir Dafa dari seberang sana. Ampun DJ aku malu tapi demi menutupi agar Rosa tidak kikuk didepan Dafa it’s Okay. Toh aku kan memang sering ngejek Dafa jadi semua akan baik-baik saja.
      Semenjak hari itu aku dan Dafa berlaku berbeda dari biasa, semakin akrab dan aku merasa semakin nyaman. Aku menjadi manja dengannya dan mulai teralihkan dari Otak Udang yang tak pernah ku tahu apa isi hatinya. Bukan menyerah hanya saja bermula dari ini, perlahan namanya memudar dari harianku dan puisi-puisiku. Semua berlalu begitu saja tanpa ku pinta, memudar tak disadari. Rasa yang pernah sangat teramat aku hargai memudar tak berarti karena dia tak pernah mengerti atau memang tak mau peduli. Begitulah diri, isyarat saja tak cukup karena aku wanita butuh yang pasti apalagi untuk urusan hati.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Kisah

Chapter I
Si Biru yang Menjadi Abu
(2009)
Siang yang sendu tanpa mentari seakan tahu bahwa aku menikmati langit berawan yang berarak tanpa ragu. Hari ini aku masih sama, hanya saja tanpa terasa rok putih biruku telah berubah warna menjadi abu-abu.
“Kriiiing !!!! Kriiiiing !!!”
Eits itu bukan bunyi bell sepeda, tapi bunyi bel sekolahku. Waktu istirahat usai.
“Nay..” seru seseorang dari balik punggungku.
“Yup, ada apa ta?” yah itu Cinta teman sebangkuku.
“Kita kan ntar pre tes agama, kamu udah belajar nay?”
“hemm kita lirik-lirikkan ajalah ta. Haha”
“oke sip, kita nyontek sama  Riko dan Gilang aja”
“That’s good idea” karena bangku mereka tepat di seberang bangku kami.
         Pelajaran agama usai dan semua berjalan sesuai planning kami. Aku dan Cinta udah kenal dari SD, SMP, dan entah takdir apa hingga SMA kami pun harus sama. Tapi baru SMA di kelas X inilah aku dan Cinta satu kelas. Awal mulanya dibangku putih abu-abu ku ini semua terasa biasa sampai aku tahu bahwa aku sekelas dengan seseorang yang resek dan norak menurutku “Gilang” orang yang agak aneh tapi sebenarnya lucu dan baik hati plus banget sama teman sebangkunya si Riko yang sok bintang. Kita semua dari beberapa SMP yang beda, maka butuh banyak penyesuaian di awal semester ini.
        Aku mungkin salah satu cewek kuper di kelas, tapi semenjak berteman dengan Cinta, Chika, dan Gaby semua jadi benar-benar bewarna diawal semester SMA ku. Kita semua sama-sama suka yang namanya Drama Korea, bikin ricuh kelas dengan gaya kita masing-masing nggak peduli anggapan lainnya. Tapi selain dengan mereka aku punya teman lainnya dikelas karena rumah kami satu komplek ”Diandra”. Meski diawal kelas X banyak cerita dengan geng belia ku. Kita berempat paling semangat kalau pelajaran Bahasa Inggris karena kita suka banget kalau pelajarannya, apalagi kalau ada tugas mini drama yang harus diperankan didepan kelas. Si Gilang dan Riko yang nakal itu peraih nobel ejek kalau dalam urusan ngejekkin kita. Dengan geng mereka juga yang aku gelari F4 versi kelasku dari drama BBF “Boys Before Flower” salah satu drama korea favoritku, dan aku yang jadi “Geum Jan Di”. Anggota F4 lainnya dari kelasku adalah Samy dan Dafa. Mereka juga sering berempat dan Dafa yang aku nobatkan sebagai “Gu Jun Pyo” dikelasku. Aku juga bingung padahal aku jarang ngobrol dengan Dafa, hanya saja rambutnya agak keriting persis Gu Jun Pyo. Itu versi fanfic aku dari drama favoritku, meski Gilang nggak jadi pemeran utamanya, aku nobatkan dia sebagai Ji Hoo nya, yang jadi pelindung Jan Di. Entah kenapa dia selalu punya ulah yang membuat aku harus melihat ke dia. Meski dia sadar atau tidak.
      Sebenarnya, aku nggak pernah merencanakan bagaimana dia si mahluk otak udang yang entah apa daya tariknya sehingga membuatku harus selalu melihatnya, khawatir, dan peduli. Dimulai dari beberapa bulan masa SMA ku, Cinta mulai sadar kalau aku menyimpan rasa ke Gilang. Maka timbullah ejekan yang tak berasal karena hanya geng ku yang tahu.
“Pangeran Otak Udang..!!” Ejek Cinta padaku.
“Ta jangan gitu deh, ntar dia denger.. ntar dia GR lagi”
“Memangnya siapa sih Nay yang bakalan GR kalau di panggil otak udang”
“Haha iya ya, yaudah ah terserah kamu, males ta”
“emm mau aku comblangin??” pertanyaan konyol yang sempat membuat aku terdiam.
“No No No.. dia udah ada gebetan kali ta”
“Kalau nggak ditanya kan nggak tau”
“Nggak ah ta, biar aku sendri dengan cara aku sendiri” Ungkapku dengan percaya diri.
Genap sudah empat bulan, sejak Juli lalu kami memulai putih abu-abu ini. Dan hari ini 8 oktober adalah ulang tahun salah satu anggota F4 yaitu si Dafa, dengan gaya centil sedikit imut aku ngucapin selamat ulang tahun yang pertama kalinya ke Dafa. Di jalan sepulang dari Lab Komputer.
“Selamat ulang tahu Dafa” ucapku sambil menghadang jalannya.
“Iya Nay makasih ya” seperti biasa Dafa dengan gayanya yang keren menurut aku, seperti dugaan dan tidak mengecewakan.
       Sikap Dafa membuat aku kagum, benar-benar beda dengan temannya Gilang, aku sudah mencoba memberi lampu hijau atau sekarang udah jadi biru mungkin itu lampu, tapi tetap aja si Gilang yang memang otak udang nggak pernah sadar. Kesal kadang dengan ulahnya yang kasar, tapi kadang juga baik padaku. Membingungkan tapi aku marah dengan cara dia menghindar dari ejekan Cinta. Karena mungkin aku yang naif atau memang agak konyol, beberapa temanku yang cewek menyadari kalau aku tertarik dengan Gilang, termasuk Diandra. Mereka beberapa mencoba menjodohkan ku dengan Gilang. Tapi lagi dan lagi si Gilang yang memang nggak peka atau pura-pura nggak peka malah ngejekin aku dengan temannya. Aku diejek dengan Dafa. Cara Dafa menanggapi ejekan benar-benar membuatku kesal dengan Gilang, karena Gilang bertolak belakang dengannya tapi mengapa aku tetap saja berpihak ke Gilang. Bulan berlalu begitu saja, hingga bulan pun hampir berganti tahun, aku dengan gilang tetap tidak ada kemajuan apapun, hanya sebatas pesan singkat tak berujung, penuh canda dan marah tapi menghibur.
       Hari ini merupakan hari terakhirku dikelas X ini, karena hari ini pembagian jurusan dan kenaikan kelas. Aku nggak mendapatkan juara kelas, tapi aku dapat hadiah buku. Kenapa? Karena aku minta buku Dafa yang masuk dalam sepuluh besar dikelas, dan dia memberikan dengan senang hati. Malam ini adalah perpisahan kelas kami, dan kami akan mengadakan dirumah Syanas, aku berangkat dengan Diandra dan Zahra karena kami satu komplek. Malam itu aku pikir akan menjadi sesuatu yang istimewa antara aku dan dia, tetapi harapan pupus dengan sikapnya yang benar-benar diluar kendaliku. Aku berkali-kali mengatakan pada diri sendiri “Okay Nay cukup sudah” tapi hati dan diri tak seirama. Malam semakin larut dan menu kami adalah jagung bakar dan es Kopyor ala mbak Syanas. Aku bingung apa yang harus aku lakukan, jadi aku mendekati Dafa.
   Malam yang dingin dibawah bintang yang agak sepi Dafa yang sedang membakar jagung ku hampiri perlahan. Aku berniat mengganggunya tapi pada akhirnya dia yang bercanda dan tidak serius membuatku tersipu. Begitu nyaman dan menyenangkan bicara dengannya hingga tak terasa aku harus pulang dan menanti dua minggu lagi untuk kelas baru dan mungkin teman baru yang memilih jurusan yang sama. Meski banyak hal yang tersimpan di kelas X kemarin, ya terasa baru kemarin kami berkumpul menjadi satu kelas dari seragam putih biru. Banyak hal yang kami lewati bersama dari acara “Bulan Bahasa”, Class Meeting di tengah semester dan “Pentas Seni”. Banyak hal sehingga membuat aku berpikir apakah nanti akan aku dapat lagi waktu-waktu di kelas X ini, dimana ada dia pelengkap hari-hariku.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS